Pages

Islam di Nusantara

Indonesia, adalah salah satu negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Berbagai kejadian peraliahan kekuasaan mewarnai perjalanan sejarah kehidupan bangsa ini. Dari mulai pemerintahan kerajaan Singasari, kerajaan Majapahit, kesultanan demak, masuknya pemerintahan kolonial Belanda, kekaisaran Jepang dan berbagai pemberontakan yang terjadi setelahnya. Lika-liku sejarah yang memiliki sumbangsih sangat besar bagi perkembangan dan keberagaman kebudayaan masyarakatnya.

Begitupun dengan perkembangan masyarakat/ umat Islam didalamnya. Islam mampu tumbuh dan berkembang dengan luar biasa, menembus dan menerangi kegelapan yang menyelimuti setiap sisi kehidupan masyarakat nusantara waktu itu. Masyarakat yang lekat sekali dengan animisme dan dinamisme nya, yang tertutupi jiwanya dengan selimut hitam kejahilan, menerima setitik cahaya yang mempu mengurai kegelapan menjadi terang benderang dengan cahaya Islam. Islam di Nusantara mampu menunjukan eksistensinya dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berjaya seperti kerajaan Samudera pasai, kerajaan Aceh, kerajaan Demak, Pajang, Mataram, Cirebon dan sebagainya.

5 Tips menangani stress di lingkungan kerja

Bagi para pekerja oriented pekerjaan merupakan object penting didalamnya, dan yang menjadi penting itu bukan masalah sallary nya tapi rasa berkahnya, apalagi buat nafkah keluarga itu hal yang sangat utama dan akan menjadi nilai ibadah. Tetapi terkadang ada saja perkara yang bikin mumet pikiran disaat bekerja.

Jika sudah  begini siapa saja bisa kena dampaknya, daripada nambah kekacauan lagi mending alihkan stress dengan tips yang saya rasa it works, berikut langkah langkahnya :

1. Berdo’a dan berdzikir, tips yang paling ampuh menangani stress, karena otak dipusatkan dalam satu pikiran saja, antara kita dan Allah.
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28)

Apa itu Manhaj salaf ?

Allah 'azza wa jalla telah menurunkan kitab Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dalam menghadapi berbagai kondisi yang berlaku dan dalam menghadapi berbagai ujian-ujian kehidupan. Karena hakikatnya dunia ini hanyalah ujian bagi manusia. Allah 'azza wa jalla berfirman..

"Kitab ini (Al Qur’an) tidak ada keraguan padanya, menjadi petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (Al-Baqarah: 2)

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Sesungguhnya agama ini telah sempurna dan Allah 'azza wa jalla telah menunjukan suatu jalan yang lurus bagi kehidupan manusia melalui Al Qur'an sebagaimana firman Allah..

"...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu... " (Al-Maidah: 3)

Dan sesungguhnya kami benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Asy-Syuuraa: 52)

Kebahagian Yang Hakiki

Kebahagian atau kegembiraan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan yang intens. Lalu bolehkah kita mengejar kebahagiaan ?

Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa . dan sehat bagi yang bertakwa itu lebih baik dari kaya . dan bahagia itu bagian kenikmatan” (HR. Ibnumajah no 2132)

Boleh, kita mengejar kebahagian maupun dunia dan akhirat tetapi kita tidak bisa luput dari kuncinya rasa bersyukur kepada yang maha pencipta yaitu Allah SWT. 

“Maka ingatlah kamu kepada-ku niscaya aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepaku-ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-ku (QS Al Baqarah : 152)

Bahagia itu tanpa harus kita memiliki seseorang, tanpa harus kita bagaian dari dirinya karna bahagia disini rasa senang yang mungkin bisa kita rasakan bersama orang orang kita sayang seperti halnya sahabat, teman, dan maupun paling utama itu keluarga kita.

Bila kita peduli dengan seseorang dan ingin membahagiakan dirinya tanpa harus memilikinya itu suatu kebahagian untukku
“Sidiq Faudly M“

Sahabat  muslimin dan muslimah yang berbahagia “apakah saudara tau bahagia hakiki seperti apa ?” Banyak orang tertipu akan gemilang harta ,jabatan, gelar setinggi tinggi nya didunia ini sampai orang tersebut berjuang mati matian demi mendapatkan inginan duniawi nya tanpa memikirkan dunia akhirat. Dan bila ditanya mereka hanya mencari kebahagian hal itu akan tetapi semua itu adalah kebahagian yang semu. kebahagian yang berujung sengsara dan hilang apa yang mereka cari.

Syaikh nashir bin sulaiman Al umar hafizhahullah mengatakan “betapa banyak orang yang kaya raya kemudian tiba-tiba lenyap hartanya, dan hilang kekayaannya oleh suatu sebab, kemudian sisa hidupnya penuh dengan penderitaan dan kebinasaan” (AS Sa’adatu bainal wahmi wal haqiqat, hal 4)

APA KEBAHAGIAAN HAKIKI ITU ?

Kita ketahui bahwa apa yang diusahakan kebanyakan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan tidak mengantarkan mereka kepada kebahagiaan hakiki. karna jabatan harta, kenikmatan makanan yang lezat akan kita merasakan bahagia ? namun semua itu apakah sebenarnya kebahagiaan ? 
Lihat kebahagiaan disini terbagi akan 2 bahagia ;
  1. Kebahagian inderawi, seperti berlimpahnya makanan yang lezat , minuman yang segar, pakaian, kendaraan, dan apa saja yang menjadi kebutuhan utama hidup kita dan tidak lebih dari itu. Kebahagian sejenis ini bisa dirasakan baik oleh orang-orang yang beriman maupun kafir.
  2. Keabahagian rohani, yaitu dengan bahagiaan hati, lapang dada, pemandangan yang menyejukkan mata, dan ketenangan hidup. Inilah kebahagian yang seandainya bisa dibeli dengan uang niscaya orang kaya pun akan berlomba untuk membelinya , sampai-sampai orang miskin sekalipun rela berhutang untuk memperolehnya, akan tetapi bukan demikian adanya , namun kebahagianini hanya diperoleh atau diberikan kepada hamba- hamba Allah yang Dia kehendaki (lihat risalah Syaikh Abdul Aziz As Sadhan )


Allah Ta’ala memberikan resep hidup bahagia yang sebenar-benarnya (hakiki) di dalam firman-Nya : 

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan “ (QS An Nahl : 97)

Author : Nydia Nur Sendy

Nasehat Bagi Pembaca Tafsir Azh-Zhilal Karya Sayid Quthub

Al-Allamah Abdul muhsin Al-Abbad hafizhahullah Ta'ala ditanya:

Pertanyaan: Apa nasihat anda kepada kami tentang hukum membaca tafsir Azh-Zhilal?

Jawaban: Azh-Zhilal karya Syaikh Sayid Quthub rahimahullah padanya tercampur antara yang baik dan buruk. Dan dia (Sayid Quthub) itu hakikatnya adalah seorang penulis, bukan seorang ulama. Dan ilmu itu tidak bisa diraih dari semisal penulis ini. Bahkan mungkin seorang insan bisa mendapatkan bencana dari sesuatu yang ada pada penulis, atau terjadi perkara yang membahayakan dengan sebab apa yang ada pada penulis dari perkara-perkara yang tidak pantas, tidak semestinya.

Seorang insan umurnya tidak cukup untuk membaca segala sesuatu, di sana ada kitab-kitab yang bagus dan faedah-faedahnya besar. Itulah kitab-kitab ilmiyah, dan penulisnya dari kalangan ulama yang jadi rujukan. Sama saja apakah dari kalangan ulama terdahulu ataupun ulama sekarang. Maka seorang insan yang membaca tafsir semisal tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Ibnu Katsir,  Tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di dari kalangan ulama zaman ini, ia akan mendapati kebaikan yang sangat banyak di dalamnya. Menemukan kalamnya para ulama, mendapati nafas ilmu dan ulama, lebih-lebih semisal Tafsir Ibnu As-Sa'di rahimahullah, maka itu adalah tafsir yang berharga bersamaan dengan ringkasnya tapi ungkapannya jelas beruntut. Di dalamnya terdapat pendalilan-pendalilan yang cermat. Kitab ini sangat cocok untuk penuntut ilmu ataupun awam, kalau dibacakan kepada orang awam di masjid-masjid niscaya akan diraih banyak faedah dan menjadikan mereka mengerti makna-makna Al-Quran.

Kalau penuntut ilmu menelaahnya niscaya mereka akan mendapatkan ilmu dan dalamnya pendalilan. Karena sang penulis dikaruniai pemahaman terhadap Kitabullah dan diberi taufiq memusatkan perhatian padanya. Maka barang siapa yang membaca kitab-kitab dan tafsir beliau dia akan mendapati ilmu yang berlimpah, mendapati ucapan seorang alim, dan dialeknya orang berilmu yang jelas dan gamblang.

Adapun kitabnya Sayid Quthub, maka isinya musibah, maka seorang insan mesti menyibukkan dengan (kitab) yang lebih baik darinya, dengan (kitab) yang aman dari satu sisi. Dan dengan apa yang melindungi jiwanya dari akibat-akibat jelek dengan kitab-kitab yang bermanfaat. Adapun semisal kitab ini (Zhilal-pent) yang isinya tercampur, berisi sekumpulan fikrah (pemikiran) dan melepaskan pena dengan menulis perkara-perkara yang tidak pantas tidak layak, seperti mencela sebagian para Nabi. 

Dia (Sayid Quthub) mengatakan tentang Nabi Musa 'alaihissalam :  

"Beliau itu seorang yang temperamental".

Ia berkata tentang Utsman Bin Affan radhiallahu 'anhu pada beberapa kitabnya: 

"Sesungguhnya kekhilafahannya itu adalah kekosongan." 

Dan ini adalah pelecehan terhadap kedudukan Utsman radhiallahu 'anhu pada sebagian kitab-kitabnya. Dan sesungguhnya pada kekhilafahan beliau, " beliau sudah mengalami pikun, kekhilafahannya itu kekosongan. Ini adalah ucapan pelecehan yang tidak pantas dan tidak layak. 

Bahkan dalam kekhilafahan Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu terjadi kebaikan yang banyak di zaman beliau, terjadi penaklukan-penaklukan (negeri kafir), dan hingga penghujung kehidupan beliau pada akal, pemahaman dan ilmu beliau tidak terjadi sesuatu yang menjadikan orang ini (Sayid Quthub) mengatakan:  " Beliau itu mengalami pikun dan kekhilafahan beliau itu adalah kekosongan."

Ini adalah ucapan merendahkan, menjadi jongos bagi musuh-musuh Islam dan muslimin yang menginginkan untuk mengambil dari orang -orang yang menisbahkan diri kepada sunnah sesuatu untuk menjatuhkan Ahlussunnah.

Kesimpulannya, sesungguhnya kitab semisal ini (Zhilal) tidak sepantasnya untuk dipelajari, sesungguhnya yang pantas dipelajari adalah kitab yang aman (dari penyimpangan) yang selamat, yang berisi ilmu, dan kitab yang memberikan manfaat dan keselamatan, yang seorang insan keluar (dari membacanya) membawa ilmu dan keselamatan. 

Adapun kitabnya Sayid Qutub maka tidak dihasilkan padanya ilmu dan terkadang mengeluarkan bencana. Dan adapun celaannya kepada Amr bin Al-Ash radhiallahu 'anhu maka itu tercantum dalam kitab yang berjudul "Syakhshiyaat Islamiyyah."

Dia mencela Amr bin Al-Ash dan Mu'awiyah radhiallahu 'anhuma, ia mengatakan:  

"Kedua sahabat tadi itu adalah orang curang dan munafiq." 

Ini Muawiyah bin Abi Sufyan penulis Wahyu memiliki kecurangan, maknanya:  Sesungguhnya ia (Muawiyah-pent) memasukan ke dalam Al-Quran sesuatu yang selain Qur'an, dalam keadaan beliau adalah penulis Wahyu. Dalam keadaan Rasulullah mempercayakan beliau untuk menulis Wahyu. Kita berlindung kepda Allah dari kehinaan.

Abu Zur'ah Ar-Raazy rahimahullah berkata:  

"Barang siapa yang merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sesungguhnya dia adalah orang zindiq. Yang demikian itu karena sesungguhnya Rasulullah itu benar, Al-Kitab itu benar, sesungguhnya yang menyampaikan Al-Kitab kepada kita adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam keadaan mereka menginginkan untuk menjarh saksi-saksi kita untuk membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah.  Maka menjarh mereka itu lebih pantas karena mereka itu adalah orang-orang zindiq."

Syarh Sunan Abi Dawud 170.

Sumber : http://cutt.us/PC8W1
Kunjungi || http://forumsalafy.net/nasehat-bagi-mereka-yang-masih-membaca-tafsir-fii-zhilalil-quran-karya-sayid-quthub/
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

Fenomena Kepemimpinan

Jika kita melihat lingkungan sosial di sekitar kita, akan terlihat fenomena menarik tentang kepemimpinan, terutama didalam kepemimpinan pemerintahan. Tanggapan tentang pemimpin-pemimpin dalam pemerintahan sebagian besar berisi kritikan-kritikan, hujatan-hujatan bahkan tidak sedikit yang berisi hinaan dan cacian. 

Sebagian orang beranggapan bahwa para pemimpin yang berwenang saat ini adalah pemimpin-pemimpin yang salah, tidak bertanggung jawab, korup, menyengsarakan rakyat dan berbagai macam tuduhan negatif lainnya. Sebagian umat Islam merasa kecewa karena suatu daerah dipimpim oleh nonmuslim. Isu-isu konspirasi merebak dimana-mana, bentrokan masyarakat terjadi di beberapa daerah. Sosial media menjadi sarana mewabahnya informasi- informasi yang belum tentu teruji derajat kesahihannya. Informasi-informasi yang beredar tidak jarang mengandung pesan-pesan provokasi yang berbahaya bagi masyarakat.

Selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah “betulkah para pemimpin negeri ini tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk memegang tanggung jawab ini ?, ataukah karena sudah begitu besarkah masalah yang di hadapi pemerintah saat ini ?, lalu jika semuanya benar, apa sekiranya yang dapat menjadi solusi untuk segala permasalahan ini ?”.

Disatu sisi, negeri ini memang sedang menghadapi masalah perekonomian yang luar biasa pelik. Krisis global yang dihadapi negara-negara maju berdampak pula bagi negeri kita tercinta ini. Krisis moral dalam masyarakat juga menjadi penambah beban bagi pemerintah saat ini.

Namun disisi lain, masalah-masalah tersebut di atas juga dapat menjadi indikator jika roda pemerintahan belum berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah belum dapat memberikan rasa tenang bagi masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari bebasnya informasi-informasi provokatif berlalu lalang di masyarakat. Keadilan para pemimpinpun dapat dipertanyakan saat kita mendengar ataupun melihat bentrokan-bentrokan yang terjadi di beberapa daerah. Krisis moral yang dihadapi msayarakat menandakan kurangnya ketegasan dari pemerintah. Jika masalah-masalah tersebut dapat dijadikan indikator untuk menilai kepemimpinan yang buruk, lalu adakah indikator paling mudah untuk menilai suatu kepemimpinan yang baik ?

Bagi seorang muslim, sangatlah mudah untuk mengidentifikasi baik buruknya seorang pemimpin. Sikap masyarakat atau rakyat terhadap pemimpin nya dapat menjadi indikator dasar untuk menilai baik buruknya seorang pemimpin. Karena menurut Islam, seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang di cintai oleh rakyatnya. Secara logis ini sangat masuk akal sekali, karena kecintaan rakyat terhadap pemimpinnya adalah merupakan suatu akibat. Sebuah timbal balik atas apa yang telah diberikan oleh sang pemimpin. Jika seorang pemimpin menjalankan kepemimpinannya secara benar, dan mempu memberikan rasa keadilan, ketentraman dan ketegasan bagi rakyatnya maka secara otomatis rakyat akan mendukung dan mencintainya. Hadits di bawah ini dapat menjadi bahan renungan buat kita bersama :

Dari 'Auf Ibn Malik, berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

“Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.”

Lalu bagaimanakah caranya menciptakan seorang pemimpin yang memiliki kompetensi yang memadai untuk memimpin rakyatnya ? 

Bagi kita masyarakat kecil yang tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan perubahan besar, berdo’a dan memperbaiki diri adalah yang terpenting. Karena pada dasarnya, hanya Allah SWT lah yang mengangkat seorang pemimpin bagi suatu kaum. Dan baiknya, kita selalu berbaik sangka terhadap semua ketentuan Allah swt yang sudah terjadi. Kita juga harus selalu berpandangan positif bahwa tidak mungkin Allah menurunkan seorang pemimpin yang buruk terhadap suatu kaum yang selalu taat kepada-NYA. Wallahu’alam bissawab.

Note :
Tulisan ini hanyalah opini penulis semata, pandangan-pandangan didalamnya hanyalah pandangan subjektif belaka sehingga diperlukan kebijakan pembaca dalam memahaminya. Saran dan kritik pembaca adalah masukan yang Insya Allah akan sangat bermanfaat sekali bagi penulis. Terima kasih.

Author : Sentot

Ketentuan Hewan Qurban

a. Kambing domba atau jawa

Tidak ada khilaf di kalangan ulama, bahwa seekor kambing cukup untuk satu orang. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/168-169).

Seekor kambing juga mencukupi untuk satu orang dan keluarganya, walaupun mereka banyak jumlahnya. Ini menurut pendapat yang rajih, dengan dalil hadits Abu Ayyub Al-Anshari , dia berkata:

كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ

“Dahulu di zaman Nabi  Shallallahu ‘alaihi wasallam, seseorang menyembelih qurban seekor kambing untuknya dan keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1510, Ibnu Majah no. 3147. At-Tirmidzi  berkata: “Hadits ini hasan shahih.”)

Juga datang hadits yang semakna dari sahabat Abu Sarihah  diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 3148). Asy-Syaikh Muqbil  dalam Shahihul Musnad (2/295) berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Syaikhain….”

b. Unta

Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah hadits Jabir , dia berkata:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ  بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim no. 1318, Abu Dawud no. 2809, At-Tirmidzi no. 1507)

Demikianlah ketentuan Sunnah Rasulullah yang masyhur di kalangan kaum muslimin, dahulu maupun sekarang.

Atas dasar itu, maka apa yang sedang marak di kalangan kaum muslimin masa kini yang mereka istilahkan dengan ‘qurban sekolah’ atau ‘qurban lembaga/yayasan adalah amalan yang salah dan qurban mereka tidak sah. Karena tidak sesuai dengan bimbingan As-Sunnah yang telah dipaparkan di atas. Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan tanpa contoh dari kami maka dia tertolak.” (HR. Muslim no. 1718 dari Aisyah )

Al-Imam Asy-Syinqithi  dalam tafsirnya Adhwa`ul Bayan (3/484) menegaskan:

“Para ulama sepakat, tidak diperbolehkan adanya dua orang yang berserikat pada seekor kambing….”

Sumber : http://asysyariah.com/memilih-hewan-kurban/
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

Memilih Hewan Qurban

Perlu dipahami bahwa berqurban tidaklah sah kecuali dengan hewan ternak yaitu unta, sapi, atau kambing. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (Al-Hajj: 28)

Juga firman-Nya:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka.” (Al-Hajj: 34)

Dan yang paling afdhal menurut jumhur ulama adalah unta (untuk satu orang), kemudian sapi (untuk satu orang), lalu kambing (domba lebih utama daripada kambing jawa), lalu berserikat pada seekor unta, lalu berserikat pada seekor sapi. Alasan mereka adalah:

1. Unta lebih besar daripada sapi, dan sapi lebih besar daripada kambing. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

2. Unta dan sapi menyamai 7 ekor kambing.

3. Hadits Abu Hurairah :

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بُدْنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمضنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَّاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً

“Barangsiapa yang mandi Jum’at seperti mandi janabat kemudian berangkat, maka seolah dia mempersembahkan unta. Barangsiapa yang berangkat pada waktu kedua, seolah mempersembahkan sapi, yang berangkat pada waktu ketiga seakan mempersembahkan kambing bertanduk, yang berangkat pada waktu keempat seakan mempersembahkan ayam, dan yang berangkat pada waktu kelima seakan mempersembahkan sebutir telur.” (HR. Al-Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)

Adapun hadits yang menunjukkan bahwa Nabi  Shallallahu ‘alaihi wasallam berqurban dengan kambing kibasy, yang berarti dinilai lebih afdhal karena merupakan pilihan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dijawab:

a. Hal tersebut menunjukkan kebolehan berqurban dengan kambing.
b. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat demikian agar tidak memberatkan umatnya.

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 11/398-399, no. fatwa 1149, Adhwa`ul Bayan, 3/382-384, cet. Darul Ihya`it Turats Al-‘Arabi]

Faedah : Al-Imam Muhammad Amin Asy-Syinqithi  dalam tafsirnya, Adhwa`ul Bayan (3/485), menukil kesepakatan ulama tentang bolehnya menyembelih hewan qurban secara umum, baik yang jantan maupun betina. Dalilnya adalah keumuman ayat yang menjelaskan masalah hewan qurban, tidak ada perincian harus jantan atau betina, seperti ayat 28, 34, dan 36 dari surat Al-Hajj.

Para ulama hanya berbeda pendapat tentang mana yang lebih afdhal. Yang rajih adalah bahwa kambing domba jantan lebih utama daripada yang betina. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih kambing kibasy (jantan) bukan na’jah (betina). Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber : http://asysyariah.com/memilih-hewan-kurban/
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

Sedekah Tanpa Harta

Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali rahimahullah

Sesungguhnya sedekah itu sebagaimana bisa dengan harta yang sedikit ataupun banyak, maka sesungguhnya juga bisa dilakukan dengan perkara lain selain harta. Diantara perkara-perkara itu adalah sebagai berikut:  

1. Berdzikir dengan berbagai macam jenisnya, seperti membaca Al-Qur'an, yaitu paling afdhalnya dzikir, membaca tasbih,  tahmid, tahlil, takbir, taubat, istighfar dan selainnya dari dzikir hati dan dzikir lisan. Maka itu semua adalah sedekah-sedekah yang berlipat ganda (pahalanya) yang tidak ada beban padanya, tidak ada kelelahan, tidak ada kesulitan. Hanya saja itu adalah sedekah yang ringan, gampang dilakukan, mudah bagi hati dan lisan sekaligus.

2. Dan sedekah juga bisa dilakukan dengan perkara-perkara lainnya yang Nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah membimbing kita :


  • Mendamaikan antara manusia (yang berselisih) yang Allah sangat mengagungkan kedudukannya. Maka Allah menjadikannya sebagai sebaik-baik (amalan) yang dipersembahkan oleh seoarang insan, dengannya mengharap wajah Allah dan negeri akhirat.
  • Menyingkirkan duri, tulang atau batu dari jalan, menuntun orang yang buta, membimbing orang bisu dan tuli, memberi tahu orang yang butuh ditunjuki kepada hajatnya yang engkau tahu tempatnya, menolong orang yang sedang kesusahan, menolong orang yang lemah dan semisal itu dari bentuk-bentuk sedekah
  • Akhlak yang baik, menampakkan wajah yang ramah dan engkau menuangkan air dari wadahmu ke gelas saudaramu itu tercatat sebagai sedekah bagimu.
  • Menahan kejelekkan dari manusia itu adalah sedekah seorang hamba atas dirinya. 
  • Apa yang dimakan oleh burung, oleh binatang buas, apa yang diambil oleh seorang muslim dari hartanya tanpa izin dan tanpa sepengetahuannya adalah sedekah baginya pula.
  • Mengajarkan ilmu itu adalah seagung-agung sedekah, karena di dalamnya terkandung menyelamatkan manusia dari kebodohan dan memasukkan mereka ke dalam pintu-pintu cahaya dan petunjuk.


Dan perkara-perkara ini sedikit dari yang banyak termasuk apa yang dengannya Allah memuliakan seorang hamba muslim, berupa amalan-amalan kebajikan yang dianjurkan yang menjadi bernilai sedekah yang dilipatgandakan (pahalanya) sebagai rahmat dan karunia dari Allah. Dan Allah itu Maha Luas dan Maha mengetahui.

Sumber : Al-Afnaan An-Nadiyah juz ke 3 kitab Zakat hal 125 || http://cutt.us/WRFgL
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy

Nasehat & Wasiat Untuk Para Penuntut Ilmu

Oleh: Asy-Syaikh Khalid bin Dhahwi Azh Zhafiri hafidzahullah
Disampaikan pada Penutup Dars Kitab Al-Qoulus Sadiid di Masjid Ma'had Al-Anshar, Yogyakarta | Dzulqa'dah 1437 H/ Agustus 2016

1. Bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bersungguh-sungguh serta bersemangat dalam menuntut ilmu.

Ilmu tidak sekedar dipelajari ketika dauroh saja. Ilmu butuh kepada muroja'ah(mengulang), dirosah(mempelajari), dan kitabah(menulis). 

Ilmu butuh kepada menghadiri berbagai halaqoh dan sabar serta memanfaatkan seluruh waktu yang dimiliki.

''Ilmu itu jika kamu berikan seluruh waktumu untuknya, ia akan memberimu sebahagian saja.''

Sebagaimana ungkapan,

تتعلم من المحبرة الى المقبرة

"Belajar sejak dari buaian sampai ke kuburan (datangnya ajal).''

2. Lemahnya penguasaan Bahasa Arab kalian sehingga kalian butuh usaha yang lebih dan lebih banyak untuk mempelajarinya.

Jadikan percakapan antara kalian di lingkungan dan pondok-pondok dengan berbahasa Arab sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa. Bahasa Arab adalah modal ilmu yang tidak akan bisa membaca dan mempelajari ilmu syar'i tanpanya. 

Namun demikian janganlah pelajaran Bahasa Arab tersebut melalaikan dari mempelajari ilmu tauhid, akidah, fikih, tafsir dll. Baca ilmu tentang itu semua dengan terus mempelajari bahasa Arab.

3. Tidaklah ilmu dan kitab para Salaf sampai kepada kita kecuali dengan semangat dalam menuntut ilmu. Bahkan mereka hampir tidak meluangkan waktu untuk makan.

Sebagaimana kisah Ibnu Abi Hatim yang membeli seekor ikan namun tidak sempat memasaknya karena sibuk menuntut ilmu sampai berlalu tiga hari. Akhirnya mereka memakan ikan tersebut mentah-mentah.

Dengan meluangkan waktu sepenuhnya untuk ilmu maka seseorang akan meraih kedudukan dan martabat.

Namun disayangkan didapati sebahagian penuntut ilmu yang berpuas diri dengan apa yang telah ia raih. Semangatnya melemah dalam menghadiri durus, talaqqi,...seakan-akan ia telah merasa cukup dan sudah mendapatkan ghanimah sehingga tidak menginginkan tambahan ilmu.

Padahal kebalikannya, seseorang yang sudah meluas ilmunya dan menceburkan diri dalam lautan ilmu semakin merasa bahwa dirinya jahil. Dan ia menyadari bahwa tidak ada yang bisa menghapus kejahilannya itu kecuali dengan menuntut ilmu.

4. Hendaknya kalian bersatu di atas Sunnah dan Manhaj Salafus Shalih dan tidak berpecah-belah serta saling menasihati dan mengasihi satu dengan lainnya dan hikmah dalam berdakwah.

Saling berkunjung satu dengan lainnya. Dengan bersatu menjadi sebab dakwah akan kokoh, tersebar tauhid dan sunnah.

5. Berakhlak dan bermuamalah yang baik dengan manusia, bersabar dan hikmah. Hal itu adalah salahsatu media terbaik untuk mendakwahkan tauhid.

Jangan sampai akhlakmu yang jelek menjadikan orang lari dari dakwah tauhid. (Sejarah membuktikan) bahwa tersebarnya dakwah Islam di negeri ini diantaranya karena muamalah dan akhlak yang baik dari kaum muslimin pendatang di negeri ini.

6. Selalu berhubungan dan terikat dengan Ulama Kibar yang mereka terkenal memahami sunnah, Manhaj yang lurus dan akidah yang shahihah

Semisal Asy-Syaikh Ibnu Baaz, Asy-Syaikh Al-'Utsaimin, Asy-Syaikh al-Albaniy, Asy-Syaikh al-Luhaidan, Asy-Syaikh Robi', Asy-Syaikh 'Ubaid, Syaikh Muhammad bin Hadi dan dari para Ulama Ahlussunnah yang  lainnya.

Jangan mengambil ilmu dari juhala, Ahlul ahwa` wal Bid'ah. Tekad kita seluruhnya untuk mengambil ilmu hanya dari Ulama Sunnah Salafy.

Channel Telegram :
tlgrm.me/ForumBerbagiFaidah [FBF]
www.alfawaaid.net

Hukum Sumbangan Acara Perayaan Agustusan

Al-Ustadz Muhammad Afifuddin -hafidzahullah ta'ala-

Biasanya dalam bulan Agustus para pamong desa meminta dana Agustusan di masyarakat untuk mensukseskan beragam agenda acara yang mereka buat, seringnya disebutkan minimalnya.

Bila kita memahami apa yang telah diuraikan di atas, maka kita akan tahu bahwa penarikan dana ini tidak sesuai syar'i dengan alasan sebagai berikut :

1. Termasuk membantu acara yang tidak ada bimibinganya dalam agama Islam. Allah Subhaanahu wa ta'ala  berfirman :

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." [QS. Al Maidah 2].

2. Penarikan dana tersebut tidak berdasar pada sebuah Perda sedikitpun bahkan terkesan memaksa, terbukti mereka marah bila ada yang tidak menyumbang.

Ketahuilah! Semoga Allah Ta'ala menambahkan umur kepada kita, bahwa harta seorang muslim adalah haram untuk diambil kecuali dengan izin dan kerelaannya, maka menarik pungutan tanpa dasar syar'i termasuk memakan harta orang lain dengan kebatilan. Allah Ta'ala menyatakan :

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan janganlah sebahagian kalian memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada Hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian Mengetahui."  [QS. Al Baqarah 188]

3. Uang tersebut dipergunakan untuk acara yang sia-sia, hanya bersenang-senang dan berfoya-foya. Walaupun ada sedikit unsur olah raga namun kemadlorotannya lebih banyak, di antaranya :


  • Menghambur-hamburkan uang untuk perkara yang sia-sia,
  • Bercampurnya lelaki dan wanita,
  • Alunan musik yang bertalu-talu,
  • Keluarnya wanita dengan bersolek dan dandanan yang sengaja dipertunjukkan,
  • Adanya sikap fanatisme terhadap desanya masing-masing karena diperlombakan,
  • Tidak jarang terjadi tindakan anarkis antar anak desa,
  • Melalaikan sholat jama'ah pada waktunya, seringkali kita melihat mereka tidak mengubris panggilan adzan untuk menghadap Allah dan masih banyak lagi kerusakan yang lainnya.


Allah telah mengecam tindakan tabdzir (sia-sia) dan pelakunya tergolong saudara syaithon, FirmanNya :

ِوَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaihon dan syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Robbnya." [QS. Al Israa' 26-27]

Dan ini adalah tindakan yang sangat dibenci oleh Allah , Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ اللَّه َكَـــــــرِهَ لَــــكُمْ ثَلاَثًا ... وَإِضــــــَاعَةِ الْمــــَالِ

"Sesungguhnya Allah Ta'ala membenci tiag perkara dari kalian …. dan menyia-nyiakan harta." [HR. Muslim 1715]


  • Bagaimana mungkin kita bisa bergembira bila tindakan tadi dibenci dan dikecam oleh Allah Ta'ala?
  • Siapa yang mau digolongkan dengan saudara-saudara syaithon?  Orang yang berakal sehat tentu akan menghindar dari hal-hal demikian.
  • Seharusnya kita berpikir jernih, bukankah dahulu para pejuang kita membebaskan bumi pertiwi ini dari kungkungan penjajah dengan tetesan darah dan air mata?
  • Mengorbankan jiwa raga, harta benda, sabar dalam berjuang dan menanggung penderitaan demi penderitaan..
  • Akankah kita generasi masa kini membalas budi bakti mereka dengan tindakan sia-sia, foya-foya, senang-senang yang dibenci oleh Allah Ta'ala bergembira di atas penderitaan orang lain?
  • Apakah kita tidak melihat bahwa bangsa ini sedang terjajah justru oleh anak-anak bangsa sendiri?
  • Dapatkah hati kita lapang ketika di saat yang sama kita menyaksikan anak-anak bangsa dirundung duka dengan bencana yang menimpa mereka?
  • Sekali lagi, akankah kita bisa tenang berbahagia di saat anak-anak bangsa sendiri menderita?


Coba kita pikirkan, kalau seandainya dana tersebut dikumpulkan, anggaplah satu desa bisa mengumpulkan satu juta, berapa ribu desa yang ada ditanah air dari Sabang sampai Merauke?

Niscaya, akan terkumpul uang milyaran bahkan triliyunan rupiah, coba kalau uang itu dialokasikan ke anak bangsa yang dirundung musibah, tentunya akan sangat membantu dan menyenangkan hati mereka, pikirkanlah hal ini baik – baik wahai anak bangsa !!!.

Sumber:
http://bit.ly/2aIbFyG
 مجموعـــــة توزيع الفـــــوائد
tlgrm.me/ForumBerbagiFaidah [FBF] 
www.alfawaaid.net

Betulkah Manhaj Ahlussunnah Tidak Sesuai Dengan Kondisi Zaman Ini?

Fatwa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan –hafizhahullahu Ta’ala– 

Pertanyaan:  Sebagian manusia menyangka bahwa manhaj ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak layak pada saat ini. Mereka beralasan bahwa dhawabith syar’iyah (ketentuan-ketentuan syariat) yang dipandang oleh ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mungkin untuk diterapkan saat ini? 

Jawaban:  Orang yang memandang bahwa manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak layak di zaman ini, dia adalah orang yang sesat lagi menyesatkan, karena manhaj salafush shalih adalah manhaj yang Allah Ta’ala perintahkan bagi kita untuk mengikutinya hingga hari kiamat. Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda, 

فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا فعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ 

“Sesungguhnya siapa saja yang hidup di antara kalian, akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Pegangilah dia dan gigitlah erat-erat dengan gigi geraham.”  [1]   Ucapan ini ditujukan kepada umat ini hingga hari kiamat. Hal ini menunjukkan kewajiban berjalan di atas manhaj salaf dan manhaj salaf layak diterapkan di setiap waktu dan tempat. 

Allah Ta’ala berfirman, 

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ 

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka Jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” [Q.S. At-Taubah: 100] 

Kata “orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik” mencakup umat ini hingga hari kiamat. Wajib bagi umat ini untuk mengikuti manhaj as-Sabiqun al-Awalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Al-Imam Malik bin Anas –rahimahullah– berkata:

لا يصلح آخر هذه الأمة إلا ما أصلح أولها 

“Tidak ada perkara yang memperbaiki umat ini selain perkara yang memperbaiki awal umat ini.” 

Siapa saja yang ingin memisahkan umat ini dari syariat mereka dan dari salafush shalih, dia menginginkan kejelekan bagi kaum muslimin, ingin mengubah agama islam, memunculkan bid’ah dan berbagai bentuk penyelisihan syariat. Hal semacam ini wajib untuk ditolak dan diputuskan hujjahnya, serta ditahdzir akan kejelekannya, karena berpegang dengan manhaj salaf dan mengikuti mereka adalah suatu keharusan. Harus berjalan di atas manhaj salaf. Semua ini ada di Kitabullah dan sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam—sebagaimana apa yang kami sebutkan. 

Siapa saja yang hendak memutuskan hubungan khalaf (akhir) umat ini dengan salaf (pendahulu)nya, dia adalah perusak di muka bumi ini. Ucapannya wajib ditolak dan dibantah, serta ditahdzir akan  bahayanya. Orang-orang yang makruf dengan ucapan yang jelek ini adalah Syi’ah dan orang-orang yang sejalan dengan mereka dari kalangan penyesat. Mereka tidak diperhitungkan. 


Keterangan:

[1] H.R. Ahmad di Musnadnya (4/126-127), Abu Dawud di Sunannya (4/200), at-Tirmidzi di Sunannya (7/319-320) seluruhnya dari shahabat al-‘Irbath bin Sariyah –radhiyallahu anhu–. 

Sumber: Irsyad Al-Khillan ilaa Fatawa al-Fauzan, soal: 466 (1/362)

Kunjungi || http://forumsalafy.net/betulkah-manhaj-ahlussunnah-tidak-sesuai-dengan-kondisi-zaman-ini/

Channel Telegram : http://bit.ly/ForumSalafy

Hati manusia siapa yang tahu ?

Jika hati mudah diterka, tak akan ada kalimat tanya yang menyeruak. Kalimat yang jika hilang satu kata tidak ada masalah padanya, masih banyak kata pengganti yang bisa dipasangkan mesti makna tak lagi sama. Lain hal jika hati yang kehilangan jati dirinya, entah apa yang hilang, bisa berupa kelembutan, kepekaan atau masih banyak hal lain lagi.

Hati yang mulai tak merasakan nikmat iman saat kalamullah terdengar, akankah bergetar atau hati yang tetap acuh dan melenggang santai? ataukah hati yang sulit peka terhadap hikmah yang ditampakan pada sisi kehidupannya akankah tetap sama masih melenggang dengan santai? Hati ibarat sebuah cermin jika tidak kita bersihkan semakin tertuplah hati oleh debu-debu kotor yang melekat pada permukaanya, tiadalah sinar terpantul atau masuk kedalamnya jika debu tak segera disingkirkan, tertutuplah segala nikmat ilmu, iman dan hidayah yang akan masuk padanya.

Hati yang semakin hari semakin tebal oleh debu-debu kemaksiatan, maka tanya pada hati jika telah seperti itu siapa yang tahu sampai mana hati akan kembali bersih dan merasakan cahayaNya. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada hati manusia, tidak terjamah dan tak terlihat, hanya diri dan Allah yang tahu sampai dimana hati ini berkerja, tidak bisa bersandiwara dan memalingkan atas segala apa yang terjadi, apakah hati tetap sibuk bermaksiat atau telah rehat akan segala bentuk kedzaliman diri.

“Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat” ( QS. Al-Baqarah : 7 )

Sampai dimana hati akan terus mengembara dalam jurang kemaksiatan, jika hati mengabaikan sebuah kemaksiatan kecil yang terus berulang ulang akankah hati menjadi keras ? seolah olah tak berdosa, merasa diri masih layak untuk disebut hamba, akankah sombong wahai hati yang banyak sudut kelemahannya.

Carilah dan ambil kembali jati diri hati yang menghilang, dan biarkan ia terpupuk menjadi sebuah lentera yang jika diberi cahaya maka akan menyinari setiap sudut gelap dalam dirinya, menjadi sebuah cermin yang jika diberika sinar maka akan memantulkan kembali sinar itu kepada sekitar.

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur : 35)

Sebelum terlambat wahai hati mohon ampun dengan segala pengharapan dan rasa takut kepada Allah, karena Allah lah yang dapat membolak balikan hati manusia.

Wallahu a’lam bissawab.
Author : Yunar

Untuk Apa Allah Menciptakan Kita ?

Salah satu tugas kita dalam kehidupan ini adalah agar tetap menjaga untuk saling memberi peringatan satu sama lain, karena Allah menurunkan Al Qur'an kepada nabi kita Muhammad sholallahu'alaihi wasallam sebagai peringatan dari Allah untuk manusia, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an.

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Fuqaan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam" (QS Al-Furqaan : 1)

dan juga dalam firman-Nya yang lain,

"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman" (QS Adz-zariyat : 55)

Adapun apa yang kita saling memperingatkan satu sama lain yang Allah inginkan adalah perkara ibadah kepada-Nya, sebagaimana tujuan kita diciptakan yang terkabarkan dalam Al Qur'an,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" QS Adz-zariyat : 56

Dalam tafsir ibnu katsir Ibnu Abbas r.a. mengatakan : "..melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS adz-zariyat : 56), yakni bermakna agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa"

dan juga dari Ibnu Anas mengatakan : "..yakni kecuali untuk beribadah".

Kemudian dalam beribadah kepada Allah kita tidak menghadirkan sesuatu apapun kecuali dengan tujuan kita memurnikan penghambaan kita hanya kepada-Nya,

Ada seorang arab badui menemui nabi sholallahu'alaihi wasallam dan berkata : "Tunjukan kepadaku suatu amal yang bila aku kerjakan akan memasukanku ke surga" Nabi sholallahu'alaihi wasallam berkata : "Kamu menyembah Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.. dst" HR Bukhari dari Abu Hurairah r.a.

Memurnikan ibadah kepada Allah sangatlah penting bahkan seseorang hendaknya memahami perkara ini terlebih dahulu sebelum melakukan ibadah-ibadahnya, karena dalam perkara ibadah ini terdapat ibadah yang diterima disisi Allah dan ada pula ibadah yang tidak memberikan apa-apa kepada pelakunya kecuali kerugian yang besar karena ibadahnya hakikatnya adalah sia-sia, sedang dia menyangka mendapatkan kebaikan dari Allah.

"Dan diantara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata" (QS Al-Hajj : 11)

Maka kita harus senantiasa mengkoreksi dan menjaga ibadah-ibadah kita, sholat kita, zakat kita dan saum kita serta apa-apa yang diwajibkan dan disunnahkan kepada kita baik dalam keadaan senang ataupun sedih, baik sedang dalam keadaan bersemangat ataupun dalam keadaan malas, baik dalam keadaan luang ataupun sibuk, baik dalam keadaan aman ataupun dalam keadaan terdesak, baik dalam keadaan kita dipuji ataupun dalam keadaan dicela.

Nasehat ini bagi penulis sendiri dan bagi yang membaca semoga bermanfaat..